Apakah Matematika Harus Dihafal?


Kata orang, matematika itu bukan pelajaran menghafal, tapi pelajaran yang perlu pemahaman dan latihan. 

Beda dengan pelajaran sejarah, atau biologi, yang punya banyak materi yang harus dihafal.

Jadi, asalkan paham konsepnya, matematika itu tidak perlu dihafal.

Betulkah?


Hands-on vs Drilling Soal

Hal ini yang saya pegang dulu saat anak sulung saya naik tingkat ke Sekolah Dasar.

Saat itu saya berpikir, untuk anak-anak usia prasekolah hingga pertengahan SD, matematika harus dibuat menyenangkan. Dengan permainan, atau menggunakan material edukasi sambil belajar.

Tujuannya agar konsepnya mudah dipahami, dan anak tetap bersemangat dalam belajar. 

Dan dulu saya pikir, metode "drilling", meminta anak mengerjakan soal matematika dalam jumlah banyak, itu justru akan cenderung membuat si anak antipati.

Maka saat itu saya hanya berfokus pada metode "hands on learning". Belajar dengan bermain, dan menggunakan objek konkrit. 

Di saat orang tua lain saya lihat banyak berlomba-lomba membelikan buku latihan matematika, atau mendaftarkan anaknya ke tempat kursus matematika, saya berusaha menghindarinya.

Dan dulu saya pikir, tempat kursus dan buku-buku latihan matematika itu terlalu berorientasi pada tujuan agar si anak hafal luar kepala tentang operasi matematika.

Namun, bukannya matematika itu tidak perlu dihafal, yang penting dipahami?

Matematika itu Saling Berkaitan

Saat si kakak memasuki akhir kelas dua, saya menyadari ada yang kurang pas dari strategi saya mengajarinya di rumah.

Dia mulai sering kesulitan menyelesaikan tugas matematika.

Iya, dia paham pelajarannya, namun kesulitan menyelesaikannya.

Ternyata ini karena ia masih membutuhkan waktu ekstra untuk menghitung operasi dasar, sedangkan materi saat itu sudah membutuhkan kemampuan matematika lebih tinggi, di mana operasi dasar akan diperlukan di mana-mana.

Terbayang kan, jika si anak sudah harus menyelesaikan penjumlahan/pengurangan 4 digit sedangkan penjumlahan belasan terkadang masih hitung jari? 

Atau saat mulai harus menyamakan penyebut pecahan sedangkan perkalian dasarnya masih perlu hitung jari?

AHA.

Ternyata beberapa area matematika dasar memang esensial untuk dikuatkan, agar si anak lebih mudah memproses konsep matematika lanjutannya.

  • Penjumlahan/pengurangan belasan, berawal dari penjumlahan dasar 10.
  • Penjumlahan/pengurangan dua digit atau lebih, berawal dari penjumlahan dasar & belasan.
  • Perkalian/pembagian, berawal dari penjumlahan.
  • Pengukuran waktu/uang/panjang/berat, berawal dari penjumlahan.
  • Pecahan, berawal dari perkalian/pembagian.
  • Konversi pengukuran, berawal dari perkalian/pembagian.
  • Dst.

Matematika itu bertahap dan berkelanjutan.

Dan menguatkan konsep matematika ternyata tak cukup dengan sekedar selalu "bermain sambil belajar".

Tak cukup hanya memastikan anak memahami konsepnya.

Namun juga perlu untuk membuat si anak terbiasa dengan operasi dasarnya. 

Sehingga saat menemui konsep matematika lanjutan, ia tak lagi kewalahan menghitung operasi dasar. Ini juga akan mengurangi resiko rasa frustasi si anak saat belajar matematika.

Jadi, berarti si anak harus menghafal penjumlahan/pengurangan/perkalian/pembagian dasar itu?

Terbiasa, Lebih dari Sekedar Hafal

Iya, menurut saya, memang ada yang sebaiknya mampu dihafal oleh si anak, karena terbiasa dengan latihan.

Jadi hafal di sini bukan seperti sekedar menyuruh anak menghafal keras-keras faktor operasi dasar itu.

Namun, kita bantu si anak menjadi TERBIASA, dengan menambah lebih banyak latihan dalam penggunaan operasi dasar tersebut.

Misalnya, dia terbiasa sehingga saat melihat 9 + 4 di penjumlahan bersusun akan langsung teringat angka 3 (dari 13) sebagai hasilnya.

Atau melihat 2 - 8 di pengurangan bersusun, akan langsung bisa menulis hasil 4 (karena 12 - 8 = 4).


Sudah Banyak Latihan dari Guru tapi Tetap Kesulitan?

"Tapi anak saya sudah eneg diberi PR seabrek-abrek dari sekolah, tetep kesulitan juga."

Jika si anak kesulitan, sebaiknya jangan dipaksa terus mengerjakan, apalagi jika Ayah Bunda tidak ikut mengajarinya mengerjakan ya..

Tarik nafaaaas, semuanya ambil rehat sejenak.

Coba dua langkah ini:

1. Kenali akar permasalahannya di area yang mana.

Minta anak mengerjakan satu soal, dan perhatikan betul-betul bagaimana cara dia mengerjakan.

Lihat di bagian mana dia melambat, atau terlihat tidak paham apa langkah selanjutnya.
Maka kemungkinan, di bagian itu dia perlu dikuatkan.

Mengapa kita perlu memperhatikan bagaimana cara dia mengerjakan? 

Karena saat anak kesulitan mengerjakan pecahan, akarnya belum tentu di pecahan, bisa jadi karena perkaliannya belum kuat. Atau dia bingung kapan harus memakai perkalian, kapan harus pakai penjumlahan.

2. Buat variasi latihan yang menyenangkan

Latihan di sini tak hanya melulu diberi buku assessment yang berisi soal, soal, dan soal.

Cari variasi lewat bermain game, berlatih dengan printable yang menyenangkan, atau buat latihan sambil bermain ala boardgame.

Bahkan ada beberapa program matematika online yang menyajikan latihan dalam bentuk animasi dengan video penjelasan, seperti Koobits dan ABCMouse.

Cek contoh printable yang ada di blog ini.

Atau cari ide aktivitas latihan matematika lainnya, seperti yang di bawah ini.





Bagaimana menurut Ayah Bunda, ada yang mengalami hal serupa?

Yuk ditunggu pengalamannya di kolom komentas ya!

1 komentar:

  1. Wahhh..Maasyaa Alloh seru banget tantangan si kakak...
    Sering sekali menemukan akar yang sama yaitu pemahaman materi dasar yang belum kuat, sehingga kesulitan di tahap berikutnya. Ekstra banget dan butuh waktu yang lumayan untuk sampai pada tujuan.
    Makasih Mbk Dieni

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung ke blog Serabi Belajar.