Tips Mendampingi Anak Belajar Matematika Lebih Mudah


Matematika, pelajaran paling susah?


“Ada peer nggak untuk besok Kak? Bikin dulu peernya sebelum nonton ya..”

“Ada Mah… yaah tapi boleh nonton dulu nggak Mah, peer-nya nanti malam aja...”

“Lho kenapa?”

“Peer Matematik Mah, susaaaah… nanti lama selesainya keburu abis filemnya. Bu Guru bilang nggak harus selesai koq..”

Pernah dengar keluhan macam begini Bun?

Tenaaang. Bunda nggak sendirian. 

Matematika biasanya dianggap sulit dan menakutkan, atau membosankan. Tidak cuma anak-anak yang banyak menghindari Matematika, bahkan para orang tua pun juga banyak yang dibuat sakit kepala olehnya.  

Namun, sebenarnya kenapa sih Matematika sering dianggap pelajaran “killer” bagi anak-anak?



Mengapa Matematika (dianggap) Menakutkan?

Seorang konsultan edukasi di California memberikan hasil pengamatannya dari 16 tahun lebih sebagai seorang pendidik, bahwa seorang anak bisa menyukai atau membenci Matematika biasanya lebih dipengaruhi oleh “nurture” daripada “nature”.

Nurture di sini diartikan faktor lingkungan, caranya belajar, respon dan bantuan orang sekitar, dan seterusnya. 

Sedangkan nature di sini diartikan bakat turunan.

Jadi, betul, memang ada orang-orang yang memiliki bakat lebih di bidang logika Matematika, namun menurutnya, sebagian besar rasa ‘ketakutan’ terhadap Matematika ini adalah sesuatu yang bisa diatasi.


Lalu apa sih pengaruh lingkungan yang dimaksud?

1. Anak kurang memahami konsep dasar matematika. Akibatnya, semakin tinggi level kelas, semakin kesulitan.

2. Anak belum paham kegunaan matematika di kehidupan sehari-hari. Mengira matematika hanya melulu tentang angka.

3. Pembelajaran terlalu berfokus pada rumus, persamaan, serta penuh latihan soal.

4. Anak terbiasa mendengar stigma negatif matematika, bahwa matematika itu susah, atau bahwa matematika itu tergantung bakat pintar atau tidak. 


Apa cakupan matematika dasar?


Matematika dasar di usia awal SD (atau pra-SD) sebetulnya memegang peranan penting dalam membantu anak memahami Matematika di tingkat-tingkat berikutnya.

Biasanya, jika anak trauma atau antipati dengan Matematika di tahap ini, tantangannya akan berlipat-lipat saat mereka mulai memasuki konsep Matematika yang lebih tinggi.


Apa itu yang tercakup dalam matematika usia dasar? 


Yaitu seputar mengenal bilangan (urutan angka, simbol angka, dan berhitung benda), penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian.


Belajar berhitung dengan blok kayu.


Peran orang tua dalam membantu anak

Beberapa orang tua mungkin memutuskan memanggil tutor matematika, atau mengirim anaknya belajar ke pusat matematika terdekat. Namun ada juga orang tua yang memutuskan mengajarkan sendiri anaknya di rumah.

Dua-duanya akan tergantung kebutuhan si anak, tingkat sekolah, juga keluangan waktu orang tua. 

Namun, menurut saya, orang tua tetap memegang peranan penting untuk mengurangi ‘ketakutan’ anak. 

Bagaimana caranya?


Pertama, bangun stigma positif tentang Matematika.

Sebaiknya jangan sering berkomentar bahwa matematika itu susah, mama/papa bukan orang matematika, atau semacamnya.  Kesannya, jika sekali seseorang gagal menguasai matematika, maka selamanya tidak akan bisa. 

No, salah besar yaaa.

Matematika bisa lebih mudah dipelajari, dengan cara yang tepat.


Kedua, tunjukkan kenapa matematika penting dalam kehidupan.

Matematika ada dimana-mana.

Lihat, angka itu dipakai di plat mobil, nomer alamat rumah, nomer telepon, ukuran sepatu, jam, uang, dan sebagainya.

Angka-angka itu dipakai untuk memudahkan kita dalam kehidupan.

Selain itu, matematika membantu kita menyelesaikan aktivitas sehari-hari. 

Berapa banyak gula yang dicampurkan untuk membuat kopi Ayah?

Berapa lama perjalanan dari rumah untuk mengantar adik ke sekolah?

Berapa uang yang Ibu harus siapkan untuk membeli telur dan susu?

Matematika itu melatih logika, dan melatih kemampuan menyelesaikan masalah.


Tips Mendampingi Anak Belajar Matematika di Rumah

1. Mulailah dari mencari topik yang menjadi tantangan si anak. Bagaimana caranya? Perhatikan hasil peer/ulangan anak, lihat topik mana yang perlu koreksi. 

2. Cek pemahaman konsepnya. Dari hasil pengamatan sebelumnya, lihat mana yang sekedar salah hitung (perlu latihan lebih banyak), atau salah cara mengerjakan (mungkin kurang pemahaman).

3. Lihat pembahasan topik di buku anak. Kadang kita perlu memahami bagaimana alur yg diajarkan ke anak di sekolah. Agar sinkron. Jangan sampai si anak kelas 1 SD, kita menjelaskan dengan metode aljabar SMP.

4. Kerjakan ulang salah satu soal tersebut. Jika sudah lebih paham konsepnya dan paham mencari jawabannya, baru cari soal baru yang sejenis. Ulangi beberapa kali untuk menguatkan konsep topik yang sama.

5. Usahakan ada yang mendampingi saat mengerjakan tugas, dan yang paham. Bisa orang tua, keluarga, atau tutor.  Karena pemahaman anak akan nampak dari bagaimana dia mengerjakan penghitungan, bukan sekedar dari hasil akhir yang betul angkanya.

6. Gunakan metode kongkret > gambar > simbol.


Tunggu.

Apa pula itu kongkrit-gambar-simbol?


Berhitung dengan jepit jemuran dan pompom warna-warni.


Kongkrit > gambar > simbol


KONGKRIT, artinya menggunakan benda betulan, untuk dihitung. 

Mulai dari kongkrit, karena anak akan lebih mudah memahami jika dia bisa melihat dan memegang benda-benda yang dihitung. Khususnya saat mempelajari tentang dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian.

Gunakan benda-benda yang mudah ditemukan di rumah untuk alat bantu berhitung. Misal; balok, mobil-mobilan, makaroni, batu kecil, buah anggur, dst. 

GAMBAR, maksudnya gambarkan benda tertentu untuk dihitung di atas kertas. 

Bisa digambar bentuk menarik (ikan, apel, pohon, permen, dll), atau bisa menggunakan bentuk dasar seperti garis berjajar, lingkaran, dst. Ajarkan anak menghitung dari gambar tersebut. Bisa juga cari worksheet cantik untuk dicetak.

SIMBOL, pengenalan persamaan matematika. Persamaan penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian, dll. 

Setelah anak paham bagaimana menghitung dengan benda, lalu dengan gambar, maka di tahap ini dia akan belajar menuliskan persamaan matematikanya.


Matematika itu bisa dipahami

Yes, matematika itu bisa dipahami oleh siapa saja.

Mungkin cara belajar si anak yang berbeda-beda. Atau mungkin penjelasan konsepnya yang perlu diulang, dengan benda dan gambar, dengan bermain, dengan beraktivitas yang mengasyikkan.

Betul kita sebaiknya meninggikan gunung, bukan meratakan lembah.

Namun kemampuan dasar matematika menurut saya adalah salah satu bidang keilmuan yang diperlukan anak dalam kehidupan sehari-hari, karena ini membangun kemampuannya untuk berpikir logis, kemampuan problem solving, dan kemampuan perencanaan masa depan.

Nah... Dengan tips-tips di atas, semoga bisa membuat suasana belajar matematika si anak lebih mudah dipahami, dan tak lagi penuh teriakan atau air mata.

Tips mana yang mau Bunda coba lebih dulu?

6 komentar:

  1. Balasan
    1. Wah gercep sudah ada komentarnya... Trimakasiiih Bun :D Mari berbagi sama-sama :)

      Hapus
  2. Mantap mbak dieni.. Bermanfaat sekali tips nya mbak, semoga saya juga bisa bikin konten yang bermanfaat seperti itu.

    BalasHapus
  3. Asyik bacanya dan manfaat banget , jazakillah atas ilmunya 😍

    BalasHapus
  4. Maasyaa Alloh, sangat bermanfaat mbk..dan langsung kebayang untuk prakteknya...hhehe
    Baarokalloh..

    BalasHapus
  5. MaasyaAllah tupsnya bermanfaat, langsung diterapkan ini untuk anak saya yang masih menghindari matematika...

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkunjung ke blog Serabi Belajar.